Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mencegah penyebaran Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Kebijakan tersebut diantaranya mulai dari physical distancing, work from home (WFH), sekolah dari rumah hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Adanya kebijakan tersebut mengharuskan menajemen suatu perusahaan mengubah gaya kerjanya guna menjalankan arahan dari pemerintah.
Seperti PT Pan Maritime Wira Pawitra (PMWP) yang merupakan perusahaan pelayaran nasional memberlakukan WFH sejak 16 Maret 2020 guna memerangi Covid-19. Awalnya, menajemen menerapkan dua shift dari setiap departement dalam perusahaan yang bergantian masuk kantor sesuai jadwal yang sudah ditetapkan.
“Kemudian, mengikuti keputusan Pemprov DKI terkait WFH dan PSBB, seluruh karyawan bekerja dari rumah secara waktu penuh,” kata Dian A. Imirsyah GM Operation/DPA PT PMWP kepada INSA News di Jakarta.
Perkembangan teknologi yang semakin canggih sangat membantu perusahaan dalam melakukan koordinasi ditengah pandemi Covid-19. Seperti kegiatan operasional kapal dan kru kapal dilakukan secara “remote” dengan menggunakan komunikasi via Whatsapp (WA), email, dan video conferencing menggunakan aplikasi Skype dan Zoom.
“Pertemuan dengan pihak klien pun juga dilakukan secara ‘jarak jauh’ menggunakan Skype, Zoom dan Microsoft Teams,” ungkapnya.
Diakui Dian, suasana bekerja di rumah awalnya sangat berat bagi seluruh karyawan karena menjadi tidak fleksibel. Namun, memahami kondisi yang ada serta demi kesehatan serta keselamatan karyawan dan keluarga masing-masing, akhirnya kegiatan WFH bisa disesuaikan.
Menurut Dian, ada hal positif yang dapat dirasakan para karyawan melalui WFH. Misalnya, bekerja dan berada dekat keluarga 24 jam setiap hari. Sehingga pekerjaan dilakukan sambil membantu anak yang juga melakukan kegiatan sekolah dari rumah, juga urusan rumah tangga seperti memasak, dan merapihkan rumah.
“Untuk menjaga kondisi fisik, pastinya karyawan juga melakukan kegiatan olah raga yang secukupnya di sekitar area rumah seperti jalan pagi, jogging, yoga, senam dan bersepeda. Tentunya hal ini tidak dipaksakan secara berlebihan mengingat potensi bahaya terpaparnya coronavirus di sekitar kita,” ujarnya.
Kemudian kendala lainnya yang dihadapi perusahaan pelayaran saat WFH, lanjut Dian, adalah terhambat untuk melakukan penggantian Sertifikat Kapal, pengiriman Logistik ke lokasi dan perbaikan kecil (repair) dan besar (docking) karena pembatasan yang dilaksanakan oleh beberapa Pemerintah Daerah.
“Kita berharap pemerintah dapat memberikan keringanan perizinan dan stimulus untuk sektor transportasi yang terdampak covid-19,” tandasnya.
Hal yang sama juga dilakukan PT Mitra Samudra Sejati (MSS) yang menerapkan WFH pada karyawannya. Direktur Utama PT MSS Capt. Zaenal A. Hasibuan mengatakan, perusahaan menerapkan WFH secara bertahap sejak adanya imbauan dari pemerintah.
“Awalnya untuk karyawan yang bekerja menggunakan kendaraan umum kami berlakukan WFH sejak akhir Februari. Lalu dilanjut dengan WFH untuk seluruh karyawan di Jabodetabek,” ujarnya.
Capt. Zaenal menyebutkan perusahaannya ada di Jakarta dan juga Balikpapan sehingga kerja secara jarak jauh sudah biasa dilakukan perusahaan.
“Kami sebenarnya terbiasa bekerja jarak jauh karena dalam sehari-harinya juga saya sendiri banyak mengerjakan pekerjaan yang mengharuskan saya meninggalkan kantor,” imbuhnya.
Soal kendala yang dihadapi, dikatakan Capt. Zaenal, adalah mengenai rotasi pelaut. Pasalnya, kapal-kapal yang dioperasikan banyak beroperasi di area minyak dan gas (migas) dan Terminal Khsusus (Tersus) yang mengharuskan para pelaut menjalankan karantina sebelum naik ke kapal.
“Hal ini memengaruhi jadwal yang sudah dijalankan bertahun-tahun,” bebernya.
Tak hanya itu, saat kapal melakukan docking juga menjadi kendala yang perlu disikapi. Sebab, kapal belum bisa dilayani dikarenakan terbatasnya para pekerja di lapangan akibat PSBB guna mencegah penyebaran Covid-19. Hal ini menyebabkan jadwal operasi kapal berubah dan membengkaknya biaya operasional.
“Saat sebelum memulangkan ABK di kapal tersebut, tiba-tiba berlaku larangan penerbangan dan PSBB di Jawa Timur, maka berantakan lagi semua rencana yang kesemuanya berimbas pada penambahan biaya operasi kapal,” ungkapnya.
Lalu, lanjut Capt. Zaenal, kapal-kapal yang beroperasi di sektor migas juga terkena imbas Covid-19 karena banyak klien yang memberlakukan WFH sehingga urusan pembayaran menjadi terhambat. Disisi lain sampai saat ini tidak terlihat adanya kelonggaran dari perbankan dalam menyikapi keadaan tersebut, artinya saat terlambat membayar bank tetap memberi peringatan.
“Industri jelas terdampak, tapi seperti biasa yang qualified akan survive apakah itu perusahaan kecil atau besar, semua tergantung strategi dan kemampuan beradaptasi,” pungkasnya. (*)
NO COMMENT