Sektor pelayaran nasional tengah menghadapi tantangan berat seiring dengan mewabahnya pandemic virus corona (Covid-19). Tidak banyak yang bisa dilakukan selain berharap adanya stimulus dari stakeholder untuk menjaga kinerja pelayaran nasional.
Hingga saat ini, pelayaran nasional masih dihadapkan sejumlah tantangan besar, seperti masih tingginya harga bunker bahan bakar low sulphur, dan masih tingginya bunga bank untuk pembangunan kapal yang membuat pelayaran kian tidak kompetitif.
Di saat bersamaan pelayaran nasional juga harus menghadapi dampak dari penyebaran Covid-19, yang kini mulai menjangkiti ribuan orang di Indonesia.
Ketua Umum DPP Indonesian National Shippowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, setidaknya ada empat aspek yang terdampak di bisnis sektor pelayaran akibat Covid-19.
Pertama, penurunan volume kargo, baik pada ekspor impor yang terdampak seperti ke Tiongkok yang menurun hingga 14-18 persen dan merembet ke negara tujuan lain, seperti Singapura dan Korea Selatan. Begitu juga pada kargo domestik terutama pada kargo penunjang ekspor impor dan distribusi nasional yang turun 5-10 persen.
Kedua, proses clearance di pelabuhan yang lebih lama karena adanya penyemprotan disinfektan kapal, pemeriksaaan kesehatan kru kapal dan pemeriksaan riwayat perjalanan kapal. “Tentunya, kondisi ini berdampak pada penambahan biaya operasional kapal,” kata Carmelita di Jakarta.
Ketiga, kebijakan physical distancing dan work from home juga berdampak pada kinerja instansi di darat karena banyak yang membatasi jam kerja termasuk tenaga operasional di lingkungan Ditjen Hubla pada subdit-subdit terkait kepengurusan sertifikat kapal dan kesyahbandaran.
Keempat, pelayaran nasional juga mengalami kendala docking kapal. Hal ini disebabkan sejumlah galangan mengurangi jumlah pekerja di lapangan untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19. Akibatnya, pekerjaan perawatan kapal-kapal yang sedang docking terkendala entah sampai kapan, dan kapal lainnya harus antre lama untuk docking dalam dua bulan terakhir. Selain itu, spare part kapal yang impor dari Tiongkok terkendala sehingga lebih lama dan lebih mahal.
Menurut Carmelita kondisi yang sangat memukul sektor pelayaran nasional saat ini juga akan berdampak pada menurunnya kinerja industri terkait lainnya, seperti kinerja logistik, asuransi, galangan, industri spare part kapal hingga ke instansi pendidikan SDM pelaut.
“Saat ini, perusahaan pelayaran nasional bisa bertahan dan tidak gulung tikar saja sudah sangat bagus. Kondisi saat ini benar-benar berat bagi pelayaran nasional.”
Untuk menyelamatkan perusahan pelayaran nasional dari masa sulit ini, kata Carmelita, dibutuhkan sejumlah strimulus dari stakeholder pelayaran nasional.
Stimulus yang dibutuhkan seperti pemberian grace periode yang panjang pembayaran pinjaman bank, reschedule atau penjadwalan kembali pembayaran pinjaman bank, dan penghapusan pajak (PPN dan PBBKB) atas BBM.
Stimulus lain yang dibutuhkan seperti harga BBM yang kompetitif dan supply BBM yang stabil, diskon biaya-biaya di pelabuhan dan diskon suku bunga pinjaman
Selain itu, pelayaran nasional juga membutuhkan dispensasi penundaan pengurusan sertifikat-sertifikat kapal, sepanjang sertifikat tersebut dapat ditunda dan tidak membahayakan jiwa pekerja dan kapal. Terakhir, diperlukan dispensasi dengan memberlakukan penundaan docking untuk yang sedang dalam operasional.
INSA juga harap agar akses dari dan ke pelabuhan tetap berfungsi dan berjalan seperti biasa. “Stimulus ini diperlukan karena kapal tetap beroperasi seperti biasa untuk memenuhi kebutuhan logistik di seluruh Indonesia.” (*)
NO COMMENT