Jakarta INSA -Bertempat di Hotel Bidakara Jakarta hari ini (24/11), dilakukan FGD tentang Non Convention Vessel Standard. Adalah Corps Alumni Akademi Pelayaran dan DPP INSA (Indonesian Ships Owner Association) yang berinisiatif untuk melakukan diskusi tersebut dengan mengundang seluruh stake holder di bidang maritim.
Seperti diketahui bahwa peraturan yang membawahi dunia pelayaran begitu banyak dan berbelit, yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dalam menjalankan bisnis pelayaran. Hal tersebut juga membuat banyak kapal menjadi tidak memenuhi persyaratan tersebut dikarenakan alasan ekonomis ataupun letak geografis yg jauh dari kantor pemerintahan (UPT Hubla).
Sementara ini semua kapal di Indonesia dan seluruh dunia mengacu kepada aturan di bawah International Maritime Organization yang sebenarnya badan dunia itu sendiri hanya mengatur untuk kapal kapal berukuran diatas 500 Gross Ton dan kapal kapal yang berlayar antar negara.
Indonesia pada tahun 1992 mengeluarkan Undang Undang nomor 21 yang diberlakukan mulai 17 September 1992 dan mencabut aturan peninggalan Hindia Belanda Scheepen Ordonantie staatsblaad (pasal 131) tetapi tetap mengadopsi Scheepen Verondening yang merupakan petunjuk teknis dari pembangunan kapal.
Lalu pada tahun 2008 Pemerintah Indonesia memberlakukan Undang Undang no.17 tentang Pelayaran menggantikan Undang Undang nomor 21 tahun 1992 (pasal 354), dengan adanya UU 17 tahun 2008 maka semua aturan mengenai kapal dan bangunannya mengacu kepada aturan Konvensi International Maritime Organization (IMO).
Sebagai kelanjutan dari Undang Undang 17 tahun 2008 pemerintah Indonesia mengeluarkan KM 65 tentang pengesahan Non Convention Vessel Standard, dilanjutkan pada tahun 2012 Direktur Jendral Perhubungan Laut mengeluarkan SK no.UM.008/9/20/DJPL-12 mengesahkan pemberlakuan aturan Non Convention Vessel Standard di Indonesia.
Sayangnya setelah berganti kepemimpinan dan pejabat, semangat membuat negara maritim ini berdaulat atas laut, kapal, pelaut dan aturan nya menjadi tidak jelas. Dan tanpa disadari itu sudah berlalu 4 tahun semenjak SK Dirjen dikeluarkan.
Dengan dasar ingin menjadi garda terdepan dalam memajukan industri maritim dan kepelautan di tanah air, CAAIP bekerja sama dengan DPP INSA sama sama bertekad menjadi referensi pemerintah dalam memberikan masukan bidang maritim.
Dalam sambutan ketua panitia penyelenggara, Captain Achmad Jauhari mengatakan: “Kami memiliki tanggung jawab moral terhadap kemajuan industri maritim di negeri ini, banyak seminar maritim yang dilaksanakan oleh berbagai pihak yang bahkan tidak ada hubungan nya dengan maritim. Kami dari Corps Alumni Akademi Ilmu Pelayaran akan mengawal pemutakhiran pasal pasal di NCVS agar benar benar aplicable untuk wilayah Indonesia dan bisa menjadi faktor pendukung utama program Tol Laut dan Cita cita negara kita menjadi Poros maritim dunia.”
Dari tanggapan beberapa peserta, harapan diberlakukan nya aturan ini sangat besar. Wakil INSA dari Makassar Dr. Hamka memberi masukan:”Sebaiknya aturan yang membawahi NCVS harus bisa di keluarkan oleh Presiden Indonesia agar kepentingan sektoral antar kementrian tidak menjadi penghalangnya, tidak cukup dalam Peraturan Menteri”.
Diakhir acara Ketua Panitia, Capt Achmad Jauhari memberikan rangkuman hasil diskusi kapada Bapak Agustinus Maun sebagai perwakilan dari Kementrian Perhubingan Laut yang berjanji akan menindak lanjuti hasil diskusi tersebut. (sumber: emaritim.com).
NO COMMENT